Rabu, 28 Mei 2014

SUSUR BIODIVERSITAS IPB 2014

Beruntungnya kuliah di daerah Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor karena wilayahnya yang masih asri dan sejuk. Selain itu, masih banyak bermacam flora dan fauna yang dapat diamati tidak hanya di Fakultas Peternakan tapi di seluruh wilayah Kampus IPB.

Ternyata ada buah yang unik banget nih, namanya bisbul. Buah ini akan berwarna merah jika sudah matang. Nama lain dari buah bisbul adalah buah mentega. Nama latinnya adalah Diospyros discolor Willd.
Bisbul memang mengeluarkan aroma yang tidak sedap, namun rasanya tidak bisa ditebak. Rasa yang ditimbulkan berupa campuran durian-salak yang sangat nikmat. Tidak perlu repot memetik bisbul, karena bisbul akan jatuh sendiri ketika sudah matang.

Masih di sekitar Fakultas Peternakan, terdapat buah coklat di sekitar parkiran Fapet.
Buah coklat yang sudah matang itu justru yang berwarna kekuningan. Rasa agak masam, tapi tidak semasam yang berwarna kecoklatan.

Pernah coba sawo manila? Sawo manila dengan nama latin Manilkara zapota memiliki rasa yang manis dan daging buah yang sangat lembut dibandingkan sawo biasa.



Untuk yang masih tinggal di sekitar Asrama Putri TPB IPB, banyak sekali pohon buah yang dapat diambil buahnya dengan bebas. Ada pohon rambutan, pohon nangka, pohon ceri, dan pohon jeruk bali. Tapi, sebelum ambil buah-buahan tersebut, izin terlebih dahulu pada petugas yang ada di sana ya! Jangan lupa untuk berbagi dengan teman seasrama :D

Tepat di depan FMIPA IPB, tumbuh beberapa bunga sepatu dengan warna berbeda. Bunga sepatu memiliki nama latin Hibiscus rosa-sinensis L mampu membuat sepanjang jalan FMIPA menjadi indah.

Penelusuran dilanjutkan ke wilayah Fakultas Kehutanan. Tepat di Jl.Ulin, kita akan menemukan banyak keanekaragaman pohon. Beberapa Flora yang dapat ditemukan di IPB antara lain:
1. Pohon Tanjung
Pohon tanjung dengan nama latin Mimusops elengi dari famili Sapotaceae. Daun dari pohon tanjung bermanfaat sebagai obat demam, sesak nafas, & sariawan. Bunganya berkhasiat untuk obat kudis.

2. Pohon Mahoni
Mahoni berdaun besar dengan nama latin Swietenia macrophylla King dari famili Meliaceae juga bisa ditemukan

3. Pohon Mahkota Dewa
Pohon mahkota dewa yg sangat berkhasiat, baik daun maupun buahnya jg bisa dtemukan d IPB. Mahkota dewa memiliki nama latin Phaleria macrocarpa dari famili Thymelaeaceae

4. Pohon Flamboyan
Ada juga pohon flamboyan dengan nama latin Delomix regia, famili Fabaceae. Bentuk daunnya hampir mirip daun lamtoro

5. Pohon Tengkawang
Di arboretum Fahutan, kita akan menemukan pohon tengkawang dengan nama latin Shorea pinanga Scheff. Ada jg tengkawang bungkul, tapi daunnya jauh lebih kecil dan tipis dibanding tengkawang biasa. Nama beken tengkawang adalah meranti.

6. Pohon Ketapang
Ada pohon ketapang juga yang akarnya bermanfaat untuk disentri & radang selaput lendir. Buahnya bisa mengobati darah tinggi

7. Pohon Ulin
Pohon ulin dg nama latin Eusideroxylon zwagen. Statusnya rentan loh, sehingga tanaman ini perlu dikonservasi
8. Pohon Kepuh
Pohon kepuh atau Sterculia foetida di sekitar arboretum memiliki daun menjari & uniknya 1 batangnya     memiliki 8 daun membentuk lingkaran


9. Pohon Merbau
Ada juga pohon merbau yang kayunya dimanfaatkan untuk konstruksi bangunan, & daunnya sebagai obat penurun demam


Beberapa fauna yang dapat ditemukan di sekitar Kampus IPB Dramaga antara lain:
1. Kepodang kuduk hitam
Kepodang kuduk hitam dengan nama latin Oriolus chinensis.
Yang menarik dari kepodang ini adalah ketika ia terbang, karena kepakannya perlahan, kuat, & terlihat menggelombang.

2. Viper Tanah
Ada Viper tanah dengan nama latin Calloselasma rhodostoma. Ular ini tergolong berbahaya. Viper tanah dapat menyambar mangsa dengan lompatan pendek dan cepat. Watch out ya! Dia bersembunyi di bawah serasah daun & batuan

3. Kobra Jawa
Ada jg kobra jawa  dengan bisanya yang mematikan. Warnanya dominan hitam mengkilap dan sisik yang menonjol. Kobra jawa menyemburkan neurotoksin yang langsung menyerang syaraf jika terkena gigitannya. Hewan ini bersifat nokturnal.

4. Serak Jawa
Ini nih yg namanya Serak Jawa atau nama latinnya Tytu alba. Mirip burung hantu ya! Serak Jawa unik loh karena suka terbang di malam hari dengan suara khasnya "see-raak". Dia hidup di antara lubang pohon

5. Kowak Malam - Kelabu
Sekitar danau LSI bisa menemukan Kowak-malam kelabu dengan nama latin Nycticorax nycticorax. Bertelur 2-4 butir sekitar Februari-Jul.

6. Rajaudang Meningting
Ini namanya Rajaudang meningting dengan nama latin Alcedo meningting. Makanannya ikan loh guys!




7.  Kareo Padi
Ada juga jenis burung Kareo Padi dengan nama latin Amaurornis phoenicorus yang tersebar luas hampir di seluruh wilayah Indonesia. Kareo Padi berkembang biak dengan bertelur 3-6 butir tiap bulan dalam setahun

8. Caladi Ulam
Ini namanya Caladi Ulam dengan nama latin Dendocopos macei. Mampu bertengger scara vertikal loh!


 9. Kongkang Kolam
Kongkang kolam punya 2 tipe warna, coklat tua membentuk lipatan kulit pada 2 sisi tubuh pembatas & warna coklat muda kekuningan. Dua ruas jari kaki kongkang tidak berselaput. Kongkang kolam termasuk pemakan serangga.

10. Cucak Kutilang
Cucak kutilang juga banyak di sekitar Taman Rektorat. Dia biasa berkelompok saat beraktivitas & sangat menyukai buah lunak.

11. Burung Betet
Ini namanya burung betet. Terbang & mengeluarkan suara khas "kekekek" warnanya hijau dominan.




12. Losana Coon
Ini namanya Losana coon. Terbang agak rendah, lambat, & aktif di sore hari. Bentuk Losana coon betina sayapnya membulat dan ekor sayap bawah lebih rendah dari yang jantan



 13. Musang Luwak
Terakhir nih ada musang luwak dg nama latin Paradoxorus hermaphroditus yang nokturnal. Musang luwak ini termasuk karnivora, namun ia juga menyukai biji kopi sebagai alternatif makanannya. Biji kopi akan terfermentasi dalam pencernaannya sehingga biji kopi akan keluar lagi dalam bentuk feses. Kopi itulah yang sering disebut kopi luwak. Kopi dengan rasa khas bernilai tinggi karena terfermentasi secara alami. Musang luwak tersebut dapat dijumpai di sekitar Arboretum Lanskap dan Fakultas Kehutanan.


 Sumber Informasi: 
 PPLH dan HIMAKOVA IPB

Jumat, 23 Mei 2014

INDUSTRI KELAPA SAWIT DAN DAMPAK TERHADAP LINGKUNGAN

Hey guys, mau sharing nih hasil diskusi lingkungan tentang kelapa sawit dan pengaruhnya terhadap lingkungan.
Pohon Kelapa Sawit terdiri daripada dua spesies Arecaceae atau famili palma yang digunakan untuk pertanian komersil dalam pengeluaran minyak kelapa sawit. Pohon Kelapa Sawit Afrika, Elaeis guineensis, berasal dari Afrika barat di antara Angola dan Gambia, manakala Pohon Kelapa Sawit Amerika, Elaeis oleifera, berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Kelapa sawit dari genus Elais merupakan tanaman industri yang sedang berkembang pesat saat ini. Dampak positif dari adanya perkebunan sawit adalah peningkatan devisa negara, perluasan lapangan kerja, dan bahan baku industri.

 Gambar 1  Pohon Kelapa Sawit

Bagian yang paling utama untuk diolah dari kelapa sawit adalah buahnya. Bagian daging buah menghasilkan minyak kelapa sawit mentah yang diolah menjadi bahan baku minyak goreng. Kelebihan minyak nabati dari sawit adalah harga yang murah, rendah kolesterol, dan memiliki kandungan karoten tinggi. Minyak sawit juga diolah menjadi bahan baku margarin. Minyak inti menjadi bahan baku minyak alkohol dan industri kosmetika. Buah diproses dengan membuat lunak bagian daging buah dengan temperatur 90°C. Daging yang telah melunak dipaksa untuk berpisah dengan bagian inti dan cangkang dengan pressing pada mesin silinder berlubang. Daging inti dan cangkang dipisahkan dengan pemanasan dan teknik pressing. Setelah itu dialirkan ke dalam lumpur sehingga sisa cangkang akan turun ke bagian bawah lumpur. Sisa pengolahan buah sawit sangat potensial menjadi bahan campuran makanan ternak dan difermentasikan menjadi kompos.
Gambar 2  Buah Sawit
sumber: epetani-deptan.go.id

Karena ada dampak positif, tentu ada dampak minusnya juga loh. Kelapa sawit termasuk tanaman rakus air dan unsur hara. Kelapa sawit membutuhkan air sebanyak 25 liter per hari, sehingga dapat menurunkan permukaan atau kontur tanah. Karena kelapa sawit rakus unsur hara juga, maka pemupukan secara organik kurang dan perlu ditambah pemupukan anorganik. Pemupukan anorganik yang berlebihan dapat mematikan organisme yg hidup di tanah, & causing ecosystem disturbance.

Adanya kebun sawit juga menghilangkan fungsi hutan bagi maayarakat sekitar, selain itu timbul polemik tentang limbah cair industri sawit. Limbah cair kelapa sawit berupa Palm Oil Mill Effluent (POME) yang dihasilkan sebanyak 28,7 juta ton per tahun. POME yang banyak tersebut dapat dimanfaatkan menjadi bioetanol, bahkan penelitian menunjukkan bahwa POME mengandung beta karoten. Kelapa sawit juga menghasilkan limbah padat berupa tandan kosong yang menimbulkan bau jika tidak dimanfaatkan. Tapi, limbah padat kelapa sawit juga dapat dimanfaatkan menjadi bioetanol, pulp kertas, bahan baku sabun, dan lainnya. Nah, limbah gas yg dihasilkan industri kelapa sawit adalah hasil pembakaran energi yang menghasilkan gas metan dan CO2.

Dampak negatif perkebunan sawit terhadap lingkungan bertambah serius karena pembangunannya terjadi di hutan konservasi dan hutan lindung. Bahayanya pergantian hutan menjadi lahan sawit, mengganggu keseimbangan ekosistem dan hilangnya keanekaragaman hayati yang tinggi.

Terus gimana dengan lahan sawit yang ada sekarang? Yuk sosialisasikan pemanfaatan produk minyaknya juga limbahnya. Ingat ya guys, limbah sawit itu masih banyak manfaatnya. Yuk kita sumbangsihkan ilmu kita untuk Indonesia yang lebih baik.


DAFTAR PUSTAKA
www.depperin.go.id
www.epetani-deptan.go.id

BIODIVERSITAS

Sabtu, 17 Mei 2014
08.00 - 10.00
Kuliah oleh Prof. Dr. Ir. Ani Mardiastuti, M.Sc.

Keanekaragaman hayati (biodiversitas) merupakan keanekaragaman organisme yang menunjukkan keseluruhan variasi gen, jenis, dan ekosistem pada suatu daerah. Para pakar mengelompokkan keanekaragaman hayati menjadi beberapa tingkatan yaitu:
  •  KEANEKARAGAMAN GEN
Gen merupakan substansi kimia yang menentukan sifat keturunan yang terdapat di dalam kromosom. Setiap individu mempunyai kromosom yang membawa sifat menurun  dan terdapat di dalam inti sel. Perbedaan jumlah dan susunan faktor menurun tersebut akan menyebabkan terjadinya keanekaragaman gen. Keanekaragaman gen merupakan perbedaan yang dapat ditemui pada makhluk hidup dalam satu spesies. Contoh keanekaragaman gen dapat dilihat dari berbagai jenis mangga yang tumbuh di tanah Indonesia.
sumber: ipaorscience.blogspot.com

  • KEANEKARAGAMAN JENIS
Keanekaragaman jenis merupakan perbedaan yang ditemui pada makhluk hidup antar jenis atau antar spesies. Perbedaan antar spesies organisme dalam satu keluarga lebih mencolok sehingga lebih mudah diamati daripada perbedaan antar individu dalam satu spesies (keanekaragaman gen). Contoh keanekaragaman jenis dapat dilihat pada berbagai jenis kacang-kacangan.
sumber: lawu-hadiningrat.blogspot.com

  • KEANEKARAGAMAN EKOSISTEM
Keanekaragaman ekosistem merupakan suatu interaksi antara komunitas dan lingkungan abiotiknya pada suatu tempat dan waktu tertentu. Pengertian komunitas itu sendiri merupakan kumpulan populasi yang berinteraksi pada suatu tempat dan waktu tertentu.
Semua makhluk hidup berinteraksi dengan lingkungannya yang berupa faktor biotik dan abiotik. Faktor biotik meliputi berbagai jenis makhluk hidup lain, sedangkan yang termasuk faktor abiotik adalah iklim, cuaca, suhu, air, tanah, udara, kelembaban, dan salintas. Faktor biotik dan faktor abiotik sangat bervariasi. Oleh karena itu ekosistem yang merupakan kesatuan dari faktor biotik dan faktor abiotik pun bervariasi. Contoh keanekaragaman hayati tingkat ekosistem misalnya: pohon kelapa banyak tumbuh di daerah pantai dan pohon aren tumbuh di pegunungan.
sumber: www.wego.co.id

Keanekaragaman hayati di Indonesia dapat dibagi berdasarkan karakteristik wilayah dan berdasarkan persebaran organismenya. 
  • Berdasarkan karakteristik wilayah
Letak astronomis Indonesia adalah 6˚LU – 11˚LS dan 95˚ – 114˚BT. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia beriklim tropis dan terletak di pertemuan pegunungan muda, sirkum Pasifik dan sirkum Mediterania.
  • Berdasarkan persebaran organisme
Fauna di Indonesia merupakan fauna jenis Oriental dan Australia yang dapat dipisahkan dengan garis Wallace dan Weber. Garis Wallace akan membatasi Fauna Oriental dan Peralihan, sedangkan garis Weber membatasi daerah persebaran Fauna Australis dan Peralihan.
 sumber: novigeografi.blogspot.com
  1. Fauna tipe Asiatis, menempati bagian barat Indonesia sampai Selat Makasar dan Selat Lombok. Di daerah ini terdapat berbagai jenis hewan menyusui yang besar seperti gajah, harimau, badak, beruang, orang utan.
  2. Fauna tipe Australis, menempati bagian timur Indonesia, meliputi Papua dan pulau-pulau sekitarnya. Di daerah ini terdapat jenis hewan seperti kangguru, burung kasuari, cendrawasih, kakaktua.
  3. Fauna Peralihan dan asli, terdapat di bagian tengah Indonesia, meliputi Sulawesi dan daerah Nusa Tenggara. Di daerah ini terdapat jenis hewan seperti kera, kuskus, babi rusa, anoa dan burung maleo.
Ancaman terhadap biodiversitas diantaranya:
a. Destruction
     Perusakan habitat oleh manusia secara besar-besaran disebabkan oleh pertanian, pengembangan perkotaan, kehutanan, pertambangan dan polusi lingkungan. Siklus hidrologi dan kimia alami terganggu oleh pembukaan lahan yang menyebabkan milyaran ton tanah subur mengalami erosi dan hanyut ke dalam sungai, danau, dan laut setiap tahun, sehingga sungai, danau, dan perairan pesisir pantai menjadi dangkal, dimana potensi dan kejadian banjir semakin sering terjadi dalam skala yang semakin meningkat.

b. Degradasi
        Erosi yang terjadi dapat menurunkan kualitas tanah. Degradasi lahan yang disebabkan oleh aktivitas manusia terjadi akibat akibat pemanfaatan lingkungan oleh manusia yang tidak memerhatikan keseimbangan lingkungan. Menurut Firmansyah (2003) faktor alami penyebab degradasi tanah antara lain: areal berlereng curam, tanah yang muda rusak, curah hujan intensif, dan lain-lain. Faktor degradasi tanah akibat campur tangan manusia baik langsung maupun tidak langsung lebih mendominasi dibandingkan faktor alami, antar lain: perubahan populasi, marjinalisasi penduduk, kemiskinan penduduk, masalah kepemilikan lahan, ketidakstabilan politik dan kesalahan pengelolaan, kondisi sosial dan ekonomi, masalah kesehatan, dan pengembangan pertanian yang tidak tepat.

c. Fragmentasi
        Dampak fragmentasi pada spesies antara lain pengurangan jumlah individu, pengurangan ukuran populasi karena individu terbatas pada fragmen kecil, dan isolasi spasial populasi sisa. Fragmentasi menyebabkan kepunahan spesies di dalam populasi lokal. Oleh karena itu usaha untuk menjaga atau memulihkan spesies pada bentang alam (landscape) yang terfragmentasi adalah mengurangi kesempatan untuk kepunahan atau meningkatkan kesempatan untuk rekolonisasi. Usaha ini dapat berupa peningkatan dan perluasan habitat populasi lokal dan membuat terbentuknya hubungan di antara populasi lokal sehingga aliran gen (gene flow) dari satu populasi lokal ke populasi lokal yang lainnya akan terjadi.

d. Conversion
       Hutan Indonesia semakin hari semakin banyak yang rusak.kerusakan hutan di Indonesia di sebabkan :
  • Pertumbuhan penduduk dan penyebarannya yang tidak merata
  • Konversi hutan untuk perkembangan perkebunan,pertanian dan pertambangan
  • Pengabaian dan ketidaktahuan mengenai pemilikan lahan secara tradisional
  • Peranan adat dalam memanfaatkan sumber daya alam

DAFTAR PUSTAKA
Firmansyah, M. A. 2003. Resiliensi tanah terdegradasi. Makalah pengantar falsapah sain. IPB
ipaorscience.blogspot.com
lawu-hadiningrat.blogspot.com
novigeografi.blogspot.com 
www.wego.co.id









Rabu, 14 Mei 2014

CITES, Konvensi Perdagangan Internasional Tumbuhan dan Satwa Liar





Does anyone know about CITES? CITES merupakan akronim dari Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna yang dalam bahasa Indonesia memiliki arti konvensi perdagangan internasional tumbuhan dan satwa liar yang terancam keberadaannya. CITES merupakan perjanjian internasional antarnegara yang disusun berdasarkan resolusi sidang anggota World Conservation Union tahun 1963 yang memiliki tujuan melindungi tumbuhan dan satwa liar terhadap perdagangan internasional spesimen tumbuhan dan satwa liar yang dapat mengakibatkan kelestarian spesies-spesies tersebut terancam.

sumber: gatelites.blogspot.com


CITES berfokus pada pemberian perlindungan pada spesies tumbuhan dan satwa liar yang diperdagangkan secara internasional dengan tidak sesuai dengan ketentuan berlaku yang mengancam kepunahan spesies tersebut.

CITES yang berpusat di Jenewa, Swiss beranggotakan 175 negara yang telah melakukan ratifikasi, menerima, dan menyetujui konvensi. Indonesia telah bergabung dengan komunitas CITES tahun 1978 yang disahkan dengan Keputusan Pemerintah No. 43 Tahun 1978. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1999, otoritas keilmuan CITES dipegang oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dan otoritas pengelola CITES dipegang oleh Kementerian Kehutanan Indonesia.

Menurut informasi yang berasal dari ksda-bali.go.id, dasar dari terbentuknya konvensi CITES adalah:

  • Perlunya perlindungan jangka panjang terhadap tumbuhan dan satwa liar bagi manusia
  • Meningkatkan  nilai sumber tumbuhan dan satwa liar bagi manusia
  • Peran dari masyarakat dan negara diperlukan dalam usaha perlindungan tumbuhan dan satwa liar
  • Kebutuhan kerja sama internasional semakin mendesak untuk melindungi jenis tumbuhan dan satwa liar dari eksploitasi melalui kontrol perdagangan internasional 
Masih dari sumber yang sama, substansi kesepakatan CITES antara lain:
  • Ketentuan mengenai jenis spesies, perdagangan internasional, dan tata niaga perizinannya
  • ketentuan terkait pelaksanaan Conference of Parties/CoP
  • Ketentuan tentang perdagangan yang dikecualikan oleh CITES
  • Ketentuan amandemen untuk CITES listed species
Ketentuan pokok CITES yaitu:
  • Pelaksanaan perdagangan internasional melalui sistem permit yang dikeluarkan oleh CITES management authority 
  •  Appendiks I dilarang diperdagangkan, sementara Appendiks II dan III dapat diperdagangkan tetapi dengan kontrol yang ketat
  • Representative negara anggota CITES bertemu secara reguler (2-3 tahun sekali) dalam Conference of The Parties (COP) untuk melakukan review pelaksanaan CITES, prosedur dan amandemen Appendiks CITES
  • Operasional pelaksanaan CITES dikoordinasikan oleh Sekretariat CITES yang bernaung di bawah UNEP
  • Government of Switzerland bertindak sebagai depository for convention (negara penampung)

CITES memuat tiga lampiran (appendix) yang menggolongkan keadaan tumbuhan dan satwa liar pada tingkatan yang terdiri dari :

1. Apendiks I CITES

Appendix I  memuat daftar dan melindungi seluruh spesies tumbuhan dan satwa liar yang terancam dari segala bentuk perdagangan internasional secara komersial.
  •  Jumlahnya sekitar 800 spesies yang terancam punah bila perdagangan tidak dihentikan. 
  • Perdagangan spesimen dari spesies yang termasuk Appendix I yang ditangkap di alam bebas adalah ilegal dan hanya diizinkan hanya dalam keadaan luar biasa, misalnya untuk penelitian, dan penangkaran. 
  • Satwa dan tumbuhan yang termasuk dalam daftar Apendiks I, namun merupakan hasil penangkaran atau budidaya dianggap sebagai spesimen dari Apendiks II dengan beberapa persyaratan. 
  • Otoritas pengelola dari negara pengekspor harus melaporkan non-detriment finding berupa bukti bahwa ekspor spesimen dari spesies tersebut tidak merugikan populasi di alam bebas.  
  • Setiap perdagangan spesies dalam Apendiks I memerlukan izin ekspor impor. Otoritas pengelola dari negara pengekspor diharuskan memeriksa izin impor yang dimiliki pedagang, dan memastikan negara pengimpor dapat memelihara spesimen tersebut dengan layak. 
  • Di Indonesia Appendix I CITES:
    • Mamalia 37 jenis, Aves 15 jenis, Reptil 9 jenis, Pisces 2 jenis, total 63 jenis satwa dan 23 jenis tumbuhan. Jenis itu misalnya semua jenis penyu (Chelonia mydas/penyu hijau, Dermochelys coreacea/penyu belimbing, Lepidochelys olivacea/penyu lekang, Eretmochelys imbricata/penyu sisik, Carreta carreta/penyu tempayan, Natator depressa/penyu pipih), jalak bali (Leucopsar rothschildi), komodo (Varanus komodoensis), orang utan (Pongo pygmaeus), babirusa (Babyrousa babyrussa), harimau (Panthera tigris), beruang madu (Helarctos malayanus), badak jawa (Rhinoceros sondaicus), tuntong (Batagur baska), arwana kalimantan (Scleropages formosus) dan beberapa jenis yang lain.
Ada beberapa spesies yang masuk dalam Appendix I namun jika spesies tersebut berasal dari negara tertentu akan menjadi Appendix II, Appendix III atau bahkan Non Appendix misalnya buaya muara (Crocodylus porosus) masuk dalam Appendix I kecuali populasi dari Indonesia, Australia dan papua New Guinea termasuk dalam Appendix II.

2. Apendiks II CITES

Appendix II yang memuat daftar dari spesies yang tidak terancam kepunahan, tetapi mungkin akan terancam punah apabila perdagangan terus berlanjut tanpa adanya pengaturan. 
  • Jumlahnya sekitar 32.500 spesies. Selain itu, Apendiks II juga berisi spesies yang terlihat mirip dan mudah keliru dengan spesies yang didaftar dalam Apendiks I. 
  • Otoritas pengelola dari negara pengekspor harus melaporkan bukti bahwa ekspor spesimen dari spesies tersebut tidak merugikan populasi di alam bebas. 
  • Di Indonesia, yang termasuk dalam Appendix II CITES yaitu :
    • mamalia 96 jenis, Aves 239 jenis, Reptil 27 jenis, Insekta 26 jenis, Bivalvia 7 jenis, Anthozoa 152 jenis, total 546 jenis satwa dan 1002 jenis tumbuhan (dan beberapa jenis yang masuk dalam CoP 13). Satwa yang masuk dalam Appendix II misalnya trenggiling (Manis javanica), serigala (Cuon alpinus), merak hijau (Pavo muticus), gelatik (Padda oryzifora), beo (Gracula religiosa), beberapa jenis kura-kura (Coura spp, Clemys insclupta, Callagur borneoensis, Heosemys depressa, H. grandis, H. leytensis, H. spinosa, Hieremys annandalii, Amyda cartileginea), ular pitas (Pytas mucosus), beberapa ular kobra (Naja atra, N. Kaouthia, N. Naja, N. Sputatrix, Ophiophagus hannah), ular sanca batik (Python reticulatus), kerang raksasa (Tridacnidae spp), beberapa jenis koral, beberapa jenis anggrek (Orchidae) dan banyak lainnya. 
Jenis satwa yang masuk dalam Appendix II Cites dan tidak dilindungi undang-undang yang diperbolehkan untuk diekspor sebanyak 104 spesies. Dari 104 spesies tersebut, yang paling banyak adalah dari jenis anthozoa (koral/karang) yaitu 60 spesies.

3. Apendiks III CITES

Appendix III yang memuat daftar spesies tumbuhan dan satwa liar yang telah dilindungi di suatu negara tertentu dalam batas-batas kawasan habitatnya, dan memberikan pilihan (option) bagi negara-negara anggota CITES bila suatu saat akan dipertimbangkan untuk dimasukkan ke Appendix II, bahkan mungkin ke Appendix I
  • Jumlah yang masuk dalam Appendix II sekitar 300 spesies. Spesies yang dimasukkan ke dalam Apendiks III adalah spesies yang dimasukkan ke dalam daftar setelah salah satu negara anggota meminta bantuan para pihak CITES dalam mengatur perdagangan suatu spesies.
  • Spesies tidak terancam punah dan semua negara anggota CITES hanya boleh melakukan perdagangan dengan izin ekspor yang sesuai dan Surat Keterangan Asal (SKA) atau Certificate of Origin (COO). Di Indonesia saat ini tidak ada spesies yang masuk dalam Appendix III.

 Menurut Septi (2009) dari website ksda-bali.go.id, kerjasama antar negara dalam melakukan pengawasan terhadap peredaran tumbuhan dan satwa liar merupakan suatu keuntungan bagi negara dengan sumberdaya alam hayati yang begitu besar seperti Indonesia. Manfaat yang dapat diambil yaitu manfaat dari nilai spesies yang dikonservasi, kesempatan untuk melakukan intervensi dalam pengaturan peredaran TSL, meringankan biaya penegakan hukum, nilai yang terkait dengan kerjasama internasional/bantuan teknis dan finansial. Banyak usaha penyelundupan tumbuhan dan satwa lair dari Indonesia yang bisa digagalkan di negara tujuan karena adanya kerjasama ini sehingga kerugian Indonesia yang ditimbulkan karena perdagangan tumbuhan dan satwa liar illegal dapat semakin ditekan.
Dalam pelaksanaan konvensi CITES di Indonesia, ada beberapa kendala yang masih sangat sering dihadapi, yaitu wilayah Indonesia relatif luas dengan aksesibilitas yang rendah, sehingga peredaran TSL lintas batas negara sulit dikontrol, dukungan para pihak dalam pelaksanaan CITES belum optimal, data potensi TSL sebagai basis NDF belum memadai, sehingga penetapan kuota kurang efektif, serta masih banyaknya upaya penyelundupan TSL dengan berbagai modus operandi yang terus berlangsung. Dalam pelaksaan ketentuan CITES, otoritas CITES adalah dengan melakukan kerja sama dengan bea dan cukai, kepolisian, karantina, kejaksaan, pengadilan dan LSM serta pihak-pihak lain yang terkait.



DAFTAR PUSTAKA
Dit. KKH Departemen Kehutanan, 2006, Handbook CITES, Jakarta
Dit. KKH Departemen Kehutanan, 2008, Handbook CITES, Jakarta
www.gatelites.blogspot.com
www.ksda-bali.go.id




DESKRIPSI DIRI DAN PENGALAMAN LINGKUNGAN

Nama saya Yoana Puspita Sari. Saya dilahirkan di Jakarta 20 tahun yang lalu, tepatnya tanggal 27 Agustus 1993. Saya anak pertama dari dua bersaudara. Saat ini, saya sedang menempuh pendidikan jenjang sarjana Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan, Institut Pertanian Bogor.

Secara kepribadian, saya termasuk seseorang dengan karakter plegmatis yang cinta damai, mudah bergaul, tenang, peduli, rasa humor yang tinggi, kuat di bidang administrasi dan cenderung ingin segalanya terorganisasi. Karakter plegmatis memang memiliki kelemahan diantaranya terlalu pemalu dan senang menunda-nunda pekerjaan. Namun, hal tersebut bisa saya atasi dalam diri saya. Sifat yang terlalu pemalu perlahan mulai menghilang seiring dengan berperannya saya di bidang drama musikal. Beberapa drama musikal yang pernah saya bintangi yaitu "Snow White and Seven Minnies" dan "Si Pitung Jagoan Betawi" yang kemarin baru saja meraih juara I SPIRIT 2014. Sifat menunda-nunda suatu pekerjaan tidak ada dalam diri saya karena saya telah dididik oleh orangtua saya yang berasal dari militer untuk disiplin dan tepat waktu sebelum semua pekerjaan menumpuk dan menyusahkan diri sendiri nantinya.



Hobi olahraga yang sangat saya sukai adalah berenang, sebab dengan berenang, tubuh dan pikiran menjadi ringan seketika. Hobi lainnya adalah menata kembali ruangan setiap sebulan sekali untuk menghindari kejenuhan.
Sekian deskripsi diri saya, yuk lanjut dengan pengalaman saya dengan lingkungan!

Bulan Januari 2014 lalu, mahasiswa dan mahasiswi Biokimia 48 mengadakan fieldtrip ke Pulau Dewata, Bali. Salah satu tempat yang menarik adalah Lagoon BTDC. Lagoon BTDC (Bali Tourism Development Corporation) merupakan tempat pengolahan limbah cair (toilet, kamar mandi, kolam renang, pendingin ruangan, laundry, cuci piring, dapur, dan sebagainya) yang berasal dari  hotel-hotel di areal BTDC Nusa Dua. Limbah cair ini disalurkan menuju Lagoon dan diolah dengan menggunakan Waste Stabilization Pond – pengendapam, oksidasi dan filtering – yang kemudian menghasilkan air recycle (daur ulang)  yang siap digunakan untuk  menyiram tanam-tanaman dan rumput di taman-taman di sekitar hotel maupun lapangan golf. Kolam BTDC banyak ditabur ikan mujair yang dimanfaatkan sebagai indikator biologis utuk mengetahui perubahan kualitas air.


Setelah mengunjungi Lagoon BTDC, saya dan teman-teman Biokimia 48 berkunjung ke Tanjung Benoa, yang disana terdapat penangkaran penyu. Untuk sampai ke tempat penangkaran penyu tersebut, kami harus menyeberangi lautan menggunakan Glass Bottom Boat. Selama kurang lebih 15 menit, kami diajak berkeliling dan menikmati keindahan laut dan keberagaman jenis ikan laut yang dapat diamati dari dasar kapal motor yang terbuat dari kaca submarine.


Tengah perjalanan kami menuju tempat penangkaran penyu atau yang biasa disebut Pulau Penyu, kami diperbolehkan memberi makan untuk ikan yang berada di sekitar laut dengan bekal roti yang kami bawa. Tapi, sayang sekali, sepertinya para turis lain yang berkunjung tidak memperhatikan makanan apa yang dapat dicerna oleh ikan-ikan tersebut, sehingga makanan yang diberikan secara asal malahan merusak laut indah ini :(


Setibanya kami di Pulau Penyu, Tanjung Benoa, saya dan teman-teman langsung menyambangi tempat dimana penyu tersebut dikembangbiakkan. Penyu usianya bisa mencapai 100 tahun atau lebih loh! Untuk penyu muda, pihak pengelola setempat menempatkannya di kandang yang terbuat dari semen. Untuk penyu yang sudah berumur, ditempatkan di tempat khusus di kandang luas yang penuh dengan air untuk penyu tersebut berendam. Ini dia penyu muda yang dipegang oleh Meilina, salah satu sahabatku di Biokimia! Bobot penyu muda ini bisa mencapai 15 kilo loh!

Setelah mengunjungi para penyu muda, saya dan teman-teman mengunjungi induknya. Disinilah induknya ditempatkan!
Kalau penyu muda bobotnya 15 kilo, induk penyu tersebut bobotnya bisa 80 kg lebih! Pihak pengelola memperbolehkan pengunjung untuk memberi makan induk penyu tersebut dengan roti dan beberapa sayuran. Hijriana dan Tuti, memberanikan diri memberi penyu tersebut roti. :D
Selain penyu, Pulau Penyu juga menangkarkan iguana, ular, dan beberapa aneka unggas. Pengunjung diperbolehkan berfoto bersama hewan tersebut.
Dezika, Ayu, saya, Rizka, Tuti, dan Lastri berfoto bersama burung Rajawali. Wah, semoga saya dan teman-teman dapat berkontribusi dalam menjaga keindahan lingkungan dan hewan-hewan yang patut untuk dilindungi.
Sekian cerita dan pengalaman saya dengan lingkungan alam yang begitu indahnya jika kita terus jaga dan lestarikan! :D